Bunda, Umar Sayang Bunda

Ditambahkan pada hari Sabtu, 31 Maret 2012

“Bunda, kenapa Allah gak kasih kita hidup enak yah?” tanya seorang anak pada ibunya.
“Mungkin karena Allah amat sayang sama kita,” jawab bundanya dengan santun.
“Begitu ya, bunda?” Anaknya berujar.
 
“Iya, nak. Allah amat sayang sama kita, Allah gak mau kita terlena sama nikmat dunia,” sambil meneteskan air mata Bundanya berujar pelan.
Sore pun menjelang, bersiaplah Umar kecil untuk pergi ke masjid dekat rumahnya. Mengenakan peci kesayangannya dan kain sarung yang agak kumal. Langkahnya berpacu dengan suara iqamah petang itu.Dari sudut jendela, bundanya tertegun melihat anaknya amat riang mendengar panggilan Allah itu.
“Ayo, nak, bergegas. Jangan sampai kau telat shalat maghrib ini!” teriak bundanya dari balik jendela.
“Iya, Bunda. Assalamu’alaikum. ..” jawab Umar.
Bangga rupanya bunda Umar ini, melihat pelita kecilnya rajin ibadah. Matanya berkaca-kaca saat teringat Ramadhan tahun yang lalu.
“Sayang, andai kau lihat anak kita saat ini, dia lucu sekali,” gumam bunda Umar dalam hati.
Melayang pikiran bunda Umar, mencoba mengingat setahun yang lalu di kamar ini. Selepas ia tunaikan shalat maghrib, diraihnya Mushaf kecil agak kusam lalu air matanya menetes perlahan.
“Sayang, aku rindu saat-saat itu,” lirihnya pelan sebelum membaca Ar-Rahman malam itu.
“Andai kau ada di sini sayang, melihat tingkah Umar yang lucu. Memegang pipinya yang tembem, kau elus rambutnya yang lebat. Akhhh… Betapa nikmat, sayang. Andai Allah berikan kesempatan kita berkumpul kembali, menikmati lantunan suaramu saat kau jadi Imam kami, kau bacakan surat kesukaanmu, kau do’akan kami semua agar kami sehat selalu. Kau berikan tanganmu untuk kukecup tanda baktiku untukmu. Kau elus kepala imut Umar, sayang. Andai kesempatan itu kembali terulang.”
“Bunda, kenapa nangis?” dielusnya pipi putih Bunda oleh Umar.
“Bunda gak apa-apa kok, nak. Bunda cuma kangen sama ayah,” sambil dikecupnya kening Umar yang baru pulang dari masjid.
“Bunda, emang ayah ke mana?” tanya polos Umar.
Sambil menitikan air mata, Bunda pun membelai kepala kecil Umar.
“Ayah udah ketemu sama Allah, nak. Ia tersenyum di sana. Ayah titip pesen kalo Umar harus jaga Bunda. Kau mau, nak?” tanya Bunda sambil mengusap air mata.
“Mau, Bunda. Bunda kesayangan Umar. Umar pastiii jagaa bunda,” sambil tersenyum riang Umar menjawab.
Tawa kecil pun meledak di malam sunyi itu.
“Ayo, nak. Mari kita tidur. Besok pagi-pagi kita temui ayah. Umar harus janji sama ayah bakal jaga Bunda ya?” ajak Bunda.
“Iya, Bunda. Umar janji jaga Bunda,” mata Umar pun seraya tertutup.
“Masya Allah…” teriakku terbangun dari tidur. Tak terasa sudah hampir 3 jam aku tertidur amat pulas. Sesaat tersadar kalau malam ini, aku bermimpi bertemu Umar dan suamiku.
“Allahu akbar…” tak terasa aku kembali meneteskan air mata.
Terkenang semua yang pernah terjadi malam ini, kecelakaan yang merengut kedua belahan jiwa membuatku kembali menitikan air mata.
Masih ingat olehku, bagaimana senyum manis Umar sebelum berangkat shalat ke masjid. Masih ingat olehku, bagaimana suamiku mencium keningku sebelum aku pergi tidur.
“Tuhan… Jaga belahan Jiwaku. Berilah mereka tempat yang lapang, ya Rabb. Kumpulkan mereka sebagai umatmu yang bertakwa. Tuhan… Kumpulkan kami kembali di JannahMu. Aku rindu Umar…” do’aku lirih menutup qiyamul lail malam ini.
Bunda sayang kalian… Tunggu bunda yah! Kita pasti akan bertemu kembali, sayang.
Laa ilaaha illaa annta subhaanaka inni kunntu minazhahaalimin. ..Laa haula walaa quwwata illaa billaahil’aliyyil’ azhim

Semoga kita bisa mengambil hikmah dari membaca notes ini

sumber  : http://virouz007.wordpress.com/2011/02/22/bunda-umar-sayang-bunda/#more-1045
Ditambahkan pada hari minggu, 18 Maret 2012

Bersabar di Tengah Cobaan
Pada zaman dahulu, seorang yang bernama Abul Hassan pergi haji ke Baitul Harom dan melihat sebuah keajaiban.
Sewaktu thowaf, dia tiba-tiba melihat seorang wanita dengan wajah bersinar dan berseri-seri.
Dengan kagum, dia memuji:
"Demi ALLAH, belum pernah aku melihat wajah secantik dan secerah wanita itu, pasti tidak lain karena ia tidak pernah risau dan bersedih hati."

Rupanya, wanita itu mendengar ucapan Abul Hassan, dan lantas ia bertanya,

"Apa katamu, hai saudaraku?
Demi ALLAH aku tetap terbelenggu oleh perasaan dukacita dan luka hati karena risau".

Abu Hassan heran,

"Lalu, hal apa yang merisaukanmu?"

Wanita itu menjawab,

"Suatu hari, suamiku sedang menyembelih kambing korban dan kala itu aku mempunyai dua orang anak yang sudah bisa bermain dan satu masih menyusu.
Saat aku bangun untuk membuat makanan, tiba-tiba anak ku yang agak besar berkata kepada adiknya,
'Hai adikku, maukah aku tunjukkan kepadamu bagaimana ayah menyembelih kambing?'
Jawab adiknya antusias,
'Mau.. Mau, kak!'
Lalu disuruhnya si adik berbaring, dan disembelihlah leher sang adik.
Setelah melihat darah memancur keluar, ia disergap rasa takut sehingga lari keatas bukit, dan karena tubuhnya berlumuran darah serta berbau amis maka memancing keberadaan segerombolan serigala dan memakannya.
Ayahnya pun mencari kesana kemari hingga mati kehausan.
Dan ketika aku letakkan bayiku untuk keluar mencari suamiku, tiba-tiba bayiku merangkak menuju periuk yang berisi air manas, ditariknya periuk tersebut.
Seketika itu juga tumpahlah air panas, mengenai badannya dan habislah kulit badannya.
Berita ini terdengar oleh anakku yang telah menikah dan tinggal di daerah lain, hingga ia jatuh pingsan dan menemui ajalnya.
Dan kini aku tinggal sebatang kara diantara mereka semua."


Lalu, Abul Hassan bertanya,
"Bagaimanakah kesabaranmu menghadapi semua musibah yang sangat hebat itu?"

Wanita itu menjawab,

"Tiada seorang pun yang dapat membedakan antara sabar dan mengeluh, melainkan ia menemukan diantara keduanya ada jalan yang berbeda.
Adapun sabar dengan memperbaiki yang lahir, maka hal itu baik dan lebih terpuji akibatnya.
Dan adapun mengeluh, maka seseorang tidak mendapat ganti kecuali kesia-siaan belaka."

Cerita diatas, tidak dapat dimungkiri merupakan satu cerita yang dapat dijadikan suri tauladan dimana kesabaran sangat dianjurkan dan harus dimiliki oleh setiap orang yang mengaku beriman kepada ALLAH, terutama saat-saat terkena musibah.

Karena itu, Rosulullah SAW bersabda dalam firman ALLAH lewat sebuah hadits Qudsi,
"Tidak ada balasan bagi hambaKU yang mukmin, jika AKU ambil kekasihnya dari ahli dunia kemudian ia sabar, melainkan surga baginya."

Begitu juga mengeluh.

Selain hanya menghasilkan buah pahit kesia-siaan dan tak membawa manfaat, mengeluh itu juga dikutuk agama.
Sebagaimana sabda Rosulullah SAW dalam sebuah hadits,
"Tiga macam dari tanda kekafiran terhadap ALLAH ketika mendapat musibah, adalah merobek baju, mengeluh dan menghina nasab orang."
Semoga kita semua dijadikan ALLAH sebagai hamba yang sabar dalam menghadapi segala musibah.
Karena, orang yang sabar itu dijamin mendapat balasan surga, sementara mengeluh hanya mendapat kesia-siaan belaka.
Wallaahu 'alam bish showaab 

Sumber : http://peperonity.com/go/sites/mview/jendela.hikmah/24935217